Teras

Sabtu, 16 Juni 2012

Merajut


malam tiba dengan pakaiannya yang camping
ditanganku, ada jarum dan benang wol dan rindu yang ramping
sudikah kamu mengajariku merajut, seperti embun dan rumput?


2012

Spasi


sebab kita adalah besok
hanya jalanan tanpa lampu
bus tanpa terminal, terminal tanpa bangku penumpang
orangorang yang kehilangan peta dan alamat.

sebab kita hanya nanti
abuabu berhenti, suara meletih
apalagi jarak dan spasi.


2012

Di Makassar yang Diam


aku tertidur dengan iga yang tega
menusuk dada pada bagian paling ku jaga

di Makassar yang diam
lampu jalanan hening dan laronlaron tua
cahaya kerucut
seumpama payung yang kelelahan
menampung udara hitam dari senja yang perlahan.

lagu melankolia, malam menyempit
berhenti mengenakan gaun pesta
di Makassar yang diam
udara yang tidak pernah buta
tidak pernah lupa,
tidak pernah tiba dan alpa.


2012

Pelukan Ibu


pelukan ibu kini telah menjadi seorang lelaki tua yang menunggu. di beranda, pada setiap pagi yang berubah. ada segelas teh yang setia menemani paginya yang sepi. juga sebuah pohon ketapang yang hidup begitu saja di pekarangan. baginya, pagi adalah saat ketika rindu dan pelukan menjadi hal paling memilukan. lebih pilu dari ubanuban yang memangkas umur dan masa mudanya.


pelukan ibu kini telah menjadi segelas teh yang diseduh gadis-gadis di jauh seberang, di jauh pelukan. segelas ucapan hangat sebelum hari dimulai dan hidup dipenuhi hiruk pikuk yang tidak pernah menunggu. gelasgelas teh yang diseduh untuk masa kecil yang teduh dan lebat. dan hujan tibatiba menjadi dua kali lebih sendu. seperti bungabunga di pekarangan yang hidup subur karena ibu merawatnya seperti gadis-gadisnya--yang selalu merindukannya.


2012