menuju hutan yang dipenuhi buku dan anak muda bermuka dukun
aku berniat mencari sebuah goresan buatan tangan
sebagai nama bagi anak pertama yang sudah sepuluh bulan tertunda lahir.
ayahku terlampau ingin jadi ayah, sudah lama ia tak mengenakan
baju kerawang yang dibeli ibu dengan bantal dan sebuah puisi dari dapurnya.
aku turun dari rumah, pukul sepuluh lebih lima,
menuju hutan yang sudah penuh dengan bongkahan batu yang terbang gemilang
seperti gunung runtuh, melempar hatihati sekeras batu
teriakan makhluk hutan, serupa kera, sehabis berebut pohon
saling membakar dahan-ranting-pepohon, sekaligus buah yang tidak pernah mekar ranum
aku rasa aku salah tujuan. keliru titian. salah masuk hutan.
pohonpohon berubah merah, memancar-mancarkan abu penuh kepalan
seperti bangunan merah kelam. hitam tua.
langit yang tibatiba malam berubah jadi kubah
yang sesak oleh teriakan: mahlukmahluk hutan yang ketakutan.
malam silih meretih. aku akhirnya dilerai pulang oleh rasa yang mirip sedih.
aku rasa aku tidak salah tujuan. cuma tidak cukup pulang untuk melihat pohon api dan burung ababil.
Tepi Kampus, 171111
Tidak ada komentar:
Posting Komentar